Monday, August 31, 2009

Sedikit Tentang Sayidina Ali

Dalam berbagai pertempuran melawan kaum musryik Ali bin Abi Thalib selalu tampil dibarisan terdepan. Pada Perang Badar, Ali diserahi tugas memegang bendera Islam. Pada Perang Uhud Ali kembali memperlihatkan keberaniannya, demikian pula pada Perang Khaibar ketika pasukan muslim mendapatkan kesulitan untuk menyerang musuh yang berlindung dibalik benteng. Rasulullah SAW berkata:”Besok, bendera Islam ini akan aku serahkan kepada seseorang yang mencintai dan dicintai Allah dan Rasul-Nya. Melalui tangannya-lah Perang Khaibar ini akan dimenangkan”.

Keesokkan harinya, Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib dan menyerahkan bendera Islam kepadanya, “Bawalah bendera ini dan jagalah baik-baik sampai Allah memberikan kemenangan kepadamu”. Dibawah hujan anak panah musuh, Ali menerobos benteng musuh dengan gagah berani. Ia naik keatas benteng serta berupaya untuk membuka pintu gerbang, setelah berhasil membuka pintu gerbang, ia memberi isyarat kepada pasukan muslim agar menyerang pasukan musuh. Sebagaimana yang diramalkan Rasulullah SAW, pertempuran itu akhirnya dimenangkan oleh pasukan muslim di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib.

KELUARGA TELADAN

Kehidupan rumah tangga Ali dengan Fatimah sangat sederhana, bahkan mereka tidur di atas kasur yang sangat tipis dan tidak pernah tidur dengan nyenyak karena tidak ada selimut yang bisa menghangatkan tubuh mereka.

Rasulullah SAW pernah berkunjung ke rumah Fatimah. Saat itu putrinya berpakaian jelek dan kasar sedang menggiling gandum.” Wahai Fatimah, terimalah kepahitan hidup di dunia ini demi memperoleh kenikmatan di akhirat kelak” Kata Rasulullah menghiburnya.

Ali dan Fatimah dikarunia empat orang anak. Dua laki-laki dan dua perempuan. Keempat anaknya tersebut Rasulullah memberi nama untuk yang laki-laki Hasan dan Husen, sedangkan yang perempuan diberi nama Zainab dan Ummu Kultsum.

Rasulullah begitu menyayangi cucu-cucunya. Beliau sering menggendong mereka dan membawanya kemana beliau pergi.Beliau pernah ditanya,” Ya Rasulullah, siapa di antara keluargamu yang sangat engkau cintai?”. Dijawab oleh Rasulullah , “ Hasan dan Husen”. Kemudian beliau memanggil mereka, setelah mereka datang beliau memeluk dan menciumnya. Beliaupun berkata, “ Barang siapa mencintai Hasan dan Husen berarti mencintaiku, dan barang siapa yang membenci mereka berarti membenciku.”

MELAKSANAKAN NADZAR

Pada suatu hari Hasan dan Husen sakit keras. Fatimah dan Ali bernadzar kepada Allah, jika kedua putranya sembuh, mereka akan berpuasa selama tiga hari. Tanpa diduga Hasan dan Husen mengatakan bahwa mereka juga akan ikut berpuasa.

Allah berkenan memulihkan kesehatan Hasan dan Husen, dan keluarga Ali melaksanakan Nadzarnya walaupun mereka tidak mempunyai makanan sedikitpun untuk bekal berbuka puasa. 

Pada saat itu Ali menemui orang Yahudi kenalannya bernama Sya’mun ia menawarkan diri untuk memintal bulu domba dengan imbalan tiga takar gandum. Pekerjaan memintal bulu domba itu dikerjakan Fatimah. Pada hari pertama, ia menyelesaikan sepertiga pekerjaannya dan mengambil setakar gandum sebagai upahnya. Tibalah waktu untuk berbuka puasa, mereka berkumpul untuk menikmati roti yang masih hangat. Ketika mereka akan menikmati roti tersebut, tiba-tiba datanglah seorang pengemis meminta makanan. Ia berkata ,”Wahai keluarga Nabi, maukah kalian bersedekah kepada hamba, seorang fakir miskin yang sudah tidak makan beberapa hari lamanya?”. Dengan perasaan iba mereka memberikan roti itu kepada pengemis tadi dan mereka berbuka puasa bersama hanya dengan minum air tawar saja.

Keesokan harinya, mereka meneruskan nadzarnya. Pada waktu berbuka puasa, tiba-tiba terdengar orang memanggil mereka, “Wahai keluarga Rasulullah, aku seorang anak yatim, tidak ada sekerat makananpun dirumahku. Tolonglah aku, aku sangat lapar.” Ketika pintu dibuka, tampaklah seorang anak kecil yang kurus kering dengan badan gemetar. Melihat keadaan itu lalu merekapun memberikan roti yang siap mereka makan itu dan kembali mereka berbuka puasa hanya dengan air tawar. 

Pada hari ketiga Fatimah menyelesaikan perkerjaannya yang tinggal sepertiga , setelah usai memintal ia pun mengambil gandum yang tinggal setakar lagi. Gandumpun diolah menjadi beberapa potong roti untuk berbuka puasa. Waktu berbuka puasa tiba, baru saja tangan mereka akan mnyentuh roti terdengar suara memanggil, “ Wahai keluarga Rasulullah, aku adalah seorang tawanan yang baru dilepas kaum kafir. Selama ditawan aku tidak diberi makanan sedikitpun, tolonglah aku.” Suara tersebut berasal dari seorang lelaki tua yang kurus kering. Ia berdiri di depan pintu.” Ya Fatimah, tanpa ada orang yang menunjukkan ia datang kemari, ia mengeluh karena kelaparan dan kelihatan sengsara sekali. Barang siapa memberi orang yang sedang membutuhkan, ia akan memperoleh balasannya di akhirat kelak.” Kata Ali kepada istrinya. Fatimah menjawab, “Kita sudah tidak mempunyai gandum lagi, kedua anak kitapun sudah tampak kelaparan. Ya Allah, berilah mereka kekuatan. Wahai suamiku, tolonglah tawanan itu, ia lebih menderita daripada kita.” Akhirnya roti itupun diberikan kepada tawanan tadi.

Keesokan harinya mereka tidak berpuasa lagi, namun badan mereka sangat lemah. Fatimah dan Hasan & Husen pergi kerumah Rasulullah SAW, untuk meminta makanan. Beliau sangat sedih melihat keadaan mereka, lalu memeluknya sambil berurai air mata. Pada saat itu turunlah ayat Al-Quran sebagai berikut :
“Mereka menunaikan nadzarnya dan takut kepada suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Mereka berkata” Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, bukan karena mengharap balasan dan ucapan terima kasih darimu,”. Dan Allah memberi balasan kepada mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutra karena kesabaran mereka (Q.S Al-Ihsan:7-9 dan 12)

SEBAGAI PENASEHAT KHALIFAH

Ketika Rasulullah SAW wafat, Ali mengurus dan memandikan jenazah beliau. Betapa sedihnya ia ditinggal wafat oleh Rasulullah. Baginya beliau bukan hanya sebagai Rasul utusan Allah, tetapi juga sebagai ayah angkatnya, mertuanya, gurunya dan segala-galanya. Beberapa bulan kemudian kesedihan Ali bertambah karena Fatimah, istri yang dicintainyapun wafat menyusul ayahnya.

Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin dipimpin oleh Khalifah Abu Bakar dan Ali sebagai penasihatnya, demikian juga pada masa Khalifah Umar bin Khaththab Ali juga sebagai penasihatnya. Pada masa ini Ali menyarankan kepada Umar untuk membuat perhitungan tahun peristiwa hijrah Nabi. Saran Ali diterima Umar, maka diberlakukanlah perhitungan tahun Hijiriyah sejak zaman Khalifah Umar yang berlanjut hingga sekarang.
Dan pada masa Khalifah Utsman juga Ali ditunjuk sebagai penasihatnya. Pada masa pemerintahan Utsman ini timbul berbagai pemberontakan Ali berusaha memadamkan pemberontakan namun karena tangguhnya kekuatan pemberontak maka Utsman tidak dapat diselamatkan. Ia terbunuh di kamarnya ketika sedang membaca Al Quran.

MENJADI KHALIFAH

Setelah Khalifah Utsman syahid terbunuh, kaum muslimin bermusyawarah untuk mengangkat Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah. Akhirnya mereka mengangkat Ali Bin Abi Thalib menjadi Khalifah. Pada masa Ali ibukota yang semula di kota Madinah dipindahkan ke kota Kufah di Irak. Kehidupan Ali setelah menjadi Khalifah tidak berbeda dengan kehidupan sebelumnya, ia tetap sederhana tidak pernah menyusahkan oran lain.

Ali selalu berkeliling melihat keadaan rakyat. Pada suatu hari ia berpapasan dengan seorang ibu yang sedang memikul kayu bakar. Ali berkata,”Ibu bolehkah saya membantu membawakan kayu bakar ini?”, “Oh silahkan Nak,” jawab ibu tadi. Ali mengantarkan kayu bakar kerumah ibu tua tadi. Ia terharu melihat kehidupan ibu tua yang miskin ini. Anak-anaknya tampak sedang menunggu kedatangan ibunya. “Kemana suami ibu?” Tanya Ali. “Suamiku telah wafat,Nak. Ia gugur ketika ikut perang bersama-sama Amirul Mukminin melawan kaum kafir”. Kata ibu tersebut dengan nada sedih. 

Mendengar jawaban itu, hati Ali terharu tak lama kemudian ia mohon diri dan keesokkan harinya Ali mendatangi rumah wanita tua itu lagi sambil membawa sekarung gandum. “Gandum ini untuk bahan makanan ibu dan anak-anak” kata Ali. “Semoga Allah merahmatimu dan menghukum Amirul Mukminin yang lalai memperhatikan kami.” Kata ibu tadi. Ia sama sekali tidak tahu bahwa lelaki yang berada dihadapannya adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.

Wanita itu lalu bersiap-siap memasak gandum dan Ali menyalakan apinya. Saat itu datanglah salah seorang tetangga wanita itu. Ia merasa terkejut bercampur heran ketika melihat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berada dirumah tersebut. Ia berbisik kepada wanita tua itu.” Apakah engkau tidak tahu bahwa laki-laki yang sedang menyalakan api itu adalah Amirul Mukminin.” Bukan main terkejutnya wanita tua itu, ia menemui Ali dan berkata, “Dimana harus kuletakkan mukaku ini. Maafkan saya ya Amirul Mukminin.” “Ibu tidak perlu meminta maaf kepadaku. Aku seharusnya meminta maaf kepada ibu atas kelalaianku.” Jawab Ali.

BEBERAPA NASEHAT KHALIFAH ALI

“Orang yang sedang mencari ilmu berarti sedang mencari jalan ke surga, dan orang yang berbuat maksiat berarti sedang mencari jalan ke neraka. Jadilah, kamu sebaik-baiknya manusia dihadapan Allah, dan anggaplah kamu sejelek-jeleknya manusia menurut dirimu sendiri dan jadilah kamu orang yang bermanfaat di tengah-tengah masyarakat”.

“Ada tiga hal yang dapat meningkatkan hapalan dan menyehatkan badan, yaitu menggosok gigi, berpuasa dan membaca Al Quran. Ada empat amal kebaikan yang sulit dilakukan, yaitu memberi maaf ketika sedang marah, bersedekah ketika ditimpa kesulitan, menjaga perbuatan tercela ketika sedang menyendiri dan menegakkan kebenaran di hadapan orang yang ditakuti.”

“Tidak disebut shalat yang baik bila tidak disertai dengan kekhusyukan. Tidak disebut puasa yang baik tanpa disertai sikap menahan diri. Tidak disebut membaca Al Quran yang baik bila tidak memperhatikan isinya. Tidak disebut berilmu yang baik tanpa disertai sikap berhati-hati. Tidak disebut berharta yang baik tanpa disertai kedermawanan. Tidak disebut bersaudara yang baik tanpa disertai bersilaturrahmi. Tidak disebut nikmat yang baik tanpa dilestarikan. Tidak disebut doa yang baik tanpa disertai keikhlasan”

PERANG SHIFFIN

Pada awal pemerintahannya Khalifah Ali memecat para Gubernur yang telah diangkat oleh Khalifah Utsman. Mereka dipecat karena dianggap tidak mampu melaksanakan tugasnya, selain itu merekapun berakhlak buruk, sehingga tidak memberi teladan kepada masyarakat.

Gubernur negeri Syam, Muawiyah bin Abu Sufyan, tidak menerima pemecatan itu malah memberontak dengan mengumpulkan bantuan dari penduduk Syam, dengan cara menghasut bahwa Ali-lah yang merencanakan pembunuhan atas Khalifah Utsman sehingga pendudukpun terhasut dan berhasil mengumpulkan pasukan sebanyak 50.000 orang disamping bantuan dari orang yang baru memeluk agama islam juga bantuan dari Mesir, kemudian mereka bergerak menuju kekediaman Amirul Mukminin di Kufah. Ketika mengetahui rencana penyerangan pasukan Muawiyah, Ali segera membentuk pasukan besar. Sementara pasukan Muawiyah sudah tiba di Irak dan mendirikan kemah di suatu tempat bernama Shiffin, mereka segera menutup jalan ke arah sungai Efrat agar pasukan Ali tidak bisa mengambil air di sungai.

Perangpun tidak bisa dihindarkan lagi, namun Muawiyah sangat licik dengan strateginya walaupun pasukan Muawiyah telah berhasil dipukul mundur, Muawiyah tidak mau menerima kekalahannya, ia merencanakan siasat busuk dengan meletakkan Al Quran diujung tombak minta berdamai. Pasukan Ali terpengaruh dan terbelah menjadi dua kelompok ada yang setuju dan tidak untuk berdamai, walaupun Ali sendiri menghendaki agar digempur terus, karena hal itu hanyalah siasat licik dari Muawiyah, namun akhirnya karena lebih banyak jumlah pasukan yang setuju berdamai akhirnya Ali menghentikan serbuannya dan dilaksanakan perdamaian, 

Dalam proses damai itupun Muawiyah berlaku curang yaitu agar kedua pimpinan perang meletakan jabatan dahulu, baik Ali maupun Muawiyah dan setelah itu terjadi secara sepihak Muawiyah diangkat sebagai khalifah, para pendukung Muawiyahpun segera membai’atnya dan tidak mengakui kepemimpinan Ali sebagai Khalifah. Setelah peristiwa itu munculah kaum khawarij yaitu orang-orang yang tidak setuju dengan keputusan Ali berdamai dengan Muawiyah, mereka menuduh Ali telah menjadi kafir dan mereka merencanakan akan membunuh Ali.

Kaum Khawarij melakukan kekacauan dimana-mana, mereka membunuh siapa saja yang menentang keputusan mereka. Mendengar itu Ali dengan pasukannya menggempur sarang pasukan Khawarij yaitu di Nahrawan, setelah digempur habis-habisan akhirnya pasukan Ali berhasil menumpas Kaum Khawarij.

SYAHID TERBUNUH

Orang Khawarij yang berhasil menyelamatkan diri menaruh dendam untuk membunuh Ali, lalu mereka menunjuk Ibnu Muljam untuk membunuh Ali dengan sebilah pedang yang beracun. Menjelang fajar saat Ali akan ke mesjid ia membangunkan penduduk yang masih tidur, “Bangunlah wahai kaum muslimin. Semoga Allah merahmati kalian semua”. Baru saja Ali melangkahkan kakinya kedalam mesjid Ibnu Muljam menebas pedang beracunnya dari belakang kearah kepala Ali, dan Ali seketika roboh, banjir darah. Sebahagian penduduk menolong Ali dan sebahagian lagi mengejar Ibnu Marjan dan berhasil ditangkap.
Ali berkata sebelum ajalnya tiba “Jika aku tetap hidup, biarkan aku yang menentukan keputusan untuk menghukumnya. Namun, jika aku mati, hukumlah ia sesuai dengan apa yang telah ia lakukan kepadaku. Kalian jangan melampaui batas dalam menghukumnya”.

Sebelum wafat Ali berwasiat kepada para putranya, “ Aku berwasiat kepada kalian agar selalu bertakwa kepada Allah. Janganlah kalian mati, kecuali dalam keadaan islam. Berpegang teguhlah kalian dalam agama Allah dan janganlah bercerai-berai. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa sesungguhnya hubungan persaudaraan yang terbina dengan baik itu lebih utama dari shalat dan saum, ingatlah kalian kepada Allah dan berpegang teguhlah kepada Al Quran. Janganlah kalian didahului oleh orang lain dalam berbuat kebaikan. Ingatlah kepada Allah dalam memperlakukan kaum fakir miskin, ikutilah mereka dalam kehidupan kalian”. “Janganlah takut menghadapi celaan orang dalam menjalankan perintah Allah SWT. Allah SWT akan melindungi kalian dari orang-orang yang bermaksud jahat.

Janganlah lupa untuk memerintahkan berbuat baik kepada orang lain dan mencegah kemungkaran. Dan berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang baik sebagaimana yang diperintahkan Allah. Jangan putuskan persaudaraan kalian dan janganlah bermusuhan. Saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, jangan saling menolong dalam dosa dan permusuhan”.

Setelah menyampaikan wasiat tersebut Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib wafat dalam usia 60 tahun. Ia menjabat sebagai khalifah selama 5 tahun, jenazahnya dimakamkan di kota Kufah, Irak.

Khulafaur Rasyidin dikenal sebagai empat sahabat Rasulullah SAW yang menjadi kepala pemerintahan islam, mereka adalah:

1. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, memerintah selama 2 tahun, 632 s/d 634 M

2. Khalifah Umar bin Khaththab, memerintah selama 10 tahun, 634 s/d 644 M

3. Khalifah Utsman bin Affan memerintah selama 12 tahun, 644 s/d 656 Masehi.

4. Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintah selama 5 tahun, 656 s/d 661 Masehi.

No comments:

Post a Comment